Saturday, November 3, 2012

Mengenal Lebih Dalam Sosok Dan Kiprah Itang Yunasz : Icon Designer Busana Muslim


Itang Yunasz merupakan ‘trendsetter’ busana muslim modern di Indonesia…


         Itang Yunasz adalah tokoh atau icon perancang mode busana muslim bergaya modern di republik tercinta ini. Pria kelahiran Jakarta, 31 Desember 1958 ini adalah putra dari pasangan almarhum Yunas Sutan Pangeran dan Yuliana, yang kini tinggal serumah bersama Itang. Sejak kecil, Itang sudah bercita-cita menjadi perancang mode di kemudian hari. Ia memimpikan bisa pergi ke Paris. Iapun mulai suka menggambar sketsa desain saat berusia 10 tahun.
          Itang terinspirasi dari ibundanya yang suka menjahit pakaian, sedangkan almarhum ayahandanya pernah berkarir di militer. Meskipun seorang militer, Itang menegaskan, “Ayah adalah seniman tulen karena memang dia bisa membuat patung, melukis, dan bahkan menggunakan kain perca dari jahitan ibu untuk dijadikan lukisan.” Itang merasa kagum karena ibundanya bisa membuat baju hanya dengan lembaran-lembaran kain. Memang baju-baju itu tak dijual oleh sang ibunda, tapi hanya dibuat untuk anak-anaknya sendiri saja.
          Saat berada di bangku SMP, Itang sering membaca majalah dan tiap kali melihat gambar atau foto Menara Eiffel di Paris, ia dalam hati berkata, “Kapan aku bisa ke sana?” Saat itu perancang mode yang terkenal di Indonesia hanya ada Non Kawilarang, Iwan Tirta dan Peter Sie.
          Tahun 1979, Itang memberanikan diri mengikuti Lomba Perancang Mode yang diselenggarakan oleh majalah Femina, sayang sekali ia tidak menang, karena yang keluar sebagai juaranya adalah Samuel Wattimena. Bahkan Itang tidak masuk 10 besar sekalipun.
          Pada satu waktu, Itang diberitahu oleh temannya yang berdomisili di Singapura bahwa perancang mode Renato Balestra dari Italia akan mengadakan show di sana. Itangpun kemudian terbang ke Singapura dan bersama temannya menyaksikan show tersebut. Ia sangat antusias melihat dengan mata kepalanya sendiri peragaan busana karya Balestra dan iapun berkesempatan menemui Balestra usai peragaan busana sambil berujar, “Saya ingin seperti kamu!” Dari situlah, ia lalu menerima tawaran dari sang desainer Italia tersebut untuk studi sambil magang ke rumah modenya di Roma dan terwujud pada tahun 1980 selama setahun.
          Awalnya kedua orangtuanya mempertanyakan hasrat Itang untuk studi mode di Roma. Seperti kebanyakan orang tua pada masa itu, ia dipertanyakan apa jadinya di masa depan dengan menjalani profesi sebagai perancang mode, manakala saat itu masih sangat sedikit kaum pria yang menekuni bidang yang satu ini. Sebenarnya orang tua Itang tidak melarang cita-citanya, tapi hanya menasihati bahwa selama ia yakin bahwa ini memang masa depannya, mereka pasti mendukung sepenuhnya. Itangpun berhasil meyakinkan orang tuanya, penghasilan pertamanya langsung ia berikan kepada mereka.
          Tahun 1980 Itang absen dari ajang Lomba Perancang Mode karena dia berguru pada Balestra. Selama studi di Roma, Itang banyak berpikir dan berusaha memahami selera orang-orang Indonesia soal busana. Karena Italia itu terkenal sebagai tempat baju siap pakai, sehingga Itang terpengaruh dengan hal-hal yang dipelajari dan dilihatnya, untuk kemudian ia memilih fokus membuat baju-baju ready to wear yang diproduksi dalam jumlah banyak. Sebagai perbandingan di Paris, mereka fokus untuk couture, hanya satu desain saja dan pasti beda.
          Usai menimba ilmu di rumah mode Balestra, Itang kembali ke tanah air dan membuahkan hasil ketika ia menjadi runner-up pada Lomba Perancang Mode pada tahun 1981. Pada ajang bergengsi ini, Itang memilih tema ‘Angin Timur Angin Barat’ dengan memberikan sentuhan-sentuhan dari Srilanka, Thailand, Jepang dan Sumatra yang dikemas dengan gaya internasional. Itulah awal karir Itang Yunasz dalam berkiprah secara total sebagai perancang mode.
          “Hadiah sebesar Rp 2 juta saya jadikan modal pembukaan usaha, ditambah dengan baju rancangan saya yang laku Rp 4 juta karena dibeli oleh istri dari dokter ahli jantung Michael Elias DeBakey dari Houston, Texas,” kenang Itang. Pada awal bisnisnya itu, Itang tidak mempunyai tukang jahit, sehingga, misalnya saja ia harus pergi sendiri ke daerah Mayestik, Kebayoran Baru. Namun, kini ia memiliki 50 orang penjahit, 5 diantaranya merupakan penjahit sejak awal ia menekuni bisnisnya.

No comments:

Post a Comment