Tuesday, October 16, 2012

Rancangan ala Dian Pelangi


Rancangan Dian Pelangi sudah menjelajah ke mana saja?
            Beberapa wilayah Timur Tengah seperti Dubai, Abu Dhabi, Kairo, Jordania. Juga Malaysia, Singapura, Perth, Melbourne, London. Akhir tahun ini, insyaAllah ada muslim world exhibition di Paris.
            Sudah banyak juga yang menawarkan untuk membuka butik di luar negeri, tapi saya masih butuh banyak pengalaman. Banyak juga tawaran untuk sekadar memasarkan koleksi-koleksi saya di Dubai, Jordania, bahkan Belgia.
Ada trik saat membawa koleksi ke mancanegara?
            Saya selalu survei dulu budaya dan tren masyarakat setempat. Misalnya, saat ke Australia, saya pilih model-model coat atau maxi dress. Kalau ke Timur Tengah, saya buat model-model Kaftan. Ini mungkin yang membuat busana saya juga mudah diterima di setiap tempat yang saya datangi.
Inspirasi rancangan Anda?
            Saya sangat suka dengan gaya busana Timur Tengah. Saya mulai mengamati gaya busana mereka sejak saya sekolah di Mesir. Saya pikir, mereka yang paling menjiwai bagaimana cara berbusana muslim yang baik. Ini sangat menginspirasi saya dalam mendesain busana muslim.
            Tapi saya tak terpaku pada gaya mereka. Saya juga suka mengadopsi gaya busana masyarakat Eropa saat musim dingin. Dari situ saya mulai mencoba merancang busana tapi tetap dengan memadukan ciri khas budaya Indonesia, seperti jumputan, songket, dan batik.
            Saya ingin mengangkat pengrajin asli Indonesia, agar hasil kerajinan mereka dikenal masyarakat luas.
Pakem rancangan busana muslim?
            Yang jelas, bahannya nggak boleh transparan, desainnya nggak boleh membentuk tubuh, auratnya harus tertutup rapat, tidak mengundang perhatian orang, dan nggak terlalu heboh.
            Cuma kan masing-masing juga ada tolak ukurnya. Kita juga harus memperhatikan perkembangan zaman. Kalau tidak, kita semakin sulit menginspirasi seseorang untuk mengenakan busana rapat dan menggunakan hijab.
            Dulu orang menganggap mengenakan busana muslim selalu identik dengan gaya yang kampungan, tapi sekarang kan tidak lagi, mereka yang berbusana muslim juga bisa tetap tampil bergaya namun aurat tetap terjaga.
Ada yang kontra dengan karya Anda?
            Bagi sebagian kalangan, desain saya mungkin ada yang agak ekstrim. Ada yang bilang Dian Pelangi busananya nggak mencirikan Islam. Itu jadi masukan.
            Ada juga yang bilang Dian Pelangi sukses karena ibu dan bapaknya. Ini memang usaha warisan, tapi seharusnya mereka melihat setelah saya pegang grafiknya menurun, naik, atau stag. Yang pasti, nggak mudah meneruskan usaha ini.

Ciri khas busana Dian Pelangi?
            Setiap desainer harus punya karakter. Yang selalu saya tekankan adalah corak warna-warni sesuai label ‘Pelangi’ yang saya pakai. Minimal ada 2 -3 warna dalam setiap rancangan saya. Harapannya, tanpa melihat label, orang sudah tahu itu rancangan saya. Kalau tidak, bisa dicap rancangan orang lain.
Material kain impor atau lokal?
            Tenun, songket , batik, dan jumputan diproduksi sendiri di Pekalongan. Bahannya pun asli Indonesia. Khusus jumputan yang memang asli Palembang, biasanya saya desain dulu gradasi warnanya baru dijumput. Kalau tenun, bapak saya menekuni sejak lama.
Ada berapa karyawan?
Di Jakarta sekitar 50 orang. Di Pekalongan sekitar 300 pengrajin.
Kemampuan produksi dalam sebulan?
            Saya punya beberapa jenis produk, yaitu Batik Pelangi, Dian Pelangi, Bride Pelangi, dan Tenun Pelangi. Ada kategori mass product dengan harga berkisar Rp50-400 ribu, dan special product Rp500 ribu sampai Rp3 juta.
            Total sebulan bisa produksi 1.000 potong baju. Tapi, memasuki bulan Ramadan ini permintaan bisa meningkat tujuh kali lipat.

No comments:

Post a Comment