Menjadi
desainer dan anak pendakwah bukanlah yang diinginkan Ghaida. Semua mengalir
begitu saja dan menjadi jalan hidupnya...
*Ghaida Tsurayya Abdullah Gymnastiar/ Foto: Nopi TNOL
Terlahir sebagai anak pendakwah
kondang Abdullah Gymnastiar, atau lebih dikenal sebagai Aa Gym, dan Ninih
Muthmainah atau biasa disapa Teh Ninih, tidak membuat Ghaida Tsurayya mengikuti
jejak kedua orang tuanya menjadi pendakwah. Terlebih orangtuanya membebaskan
dia memilih jalan hidup sendiri asal dekat dengan Allah SWT.
Bagi anak pertama dari tujuh
bersaudara ini, jalan dakwah bermacam-macam bisa menjadi penceramah atau
lainnya seperti melalui pakaian dan komunitas. Nah, perempuan kelahiran
Bandung, 5 September 1988 ini memilih keduanya sebagai jalan dakwah. Di
pakaian, Ghaida menjadi perancang busana pakaian muslim. Sedangkan di komunitas
dia berada di posisi Divisi Pengajian Hijabers Community. Divisi Pengajian Hijabers Community
memiliki tugas antara lain menggelar pengajian tiap bulan. Pengajian selalu
menghadirkan tausyiah dari orang-orang berkompeten dibidangnya. Selama
berada di posisi tersebut Ghaida belum pernah memberikan ceramah.
“Kalau sebagai pendakwah saya belum
cukup kompeten bicara, lagi pula menjadi pendakwah berat. Kalau saya sih
bagaimana dengan Allah saja, karena dakwah itu bukan hanya jadi penceramah.
Melainkan banyak cara, bisa lewat baju dan komunitas,” ucap Ghaida kepada TNOL
di Masjid Cut Meutia, Minggu malam.
*Ghaida menyalami anggota Hijabers Community
Di komunitas Hijabers Community
Ghaida ikut terlibat mendirikannya. Berawal dari kesukaannya menulis di blog,
membuat dia berteman dengan sesama muslim lainnya. Mereka membuat group dan
sepakat mendirikan Hijabers Community sebagai wadah silaturahmi kepada sesama
muslimah. Tak disangka, komunitas ini mendapat sambutan luar biasa.
Sampai-sampai Ghaida menjadi committee di Bandung.
Sebenarnya Ghaida mendapat tawaran
menjadi ketua Hijabers Bandung. Namun, dia tidak bersedia lantaran tanggung
jawabnya besar. Meski begitu Ghaida selalu siap bila diperlukan komunitasnya.
Dia pun tak sungkan bolak balik Bandung-Jakarta untuk mengurus acara yang
berkaitan dengan Hijabers Community.
“Saya senang saja dan tidak masalah
dengan dua jabatan itu, apalagi saya sering bolak balik Bandung-Jakarta,”
ucapnya.
Selain
mengurus komunitas di Jakarta, Ghaida juga menyempatkan diri membeli
bahan-bahan untuk keperluan butiknya serta mampir ke rumah mertua di bilangan
Kebon Jeruk. Maklum, mereka sangat kangen terhadap buah hati Ghaida yang
berusia 10 bulan, Gherisa Hanifa.
“Bulan puasa lalu saya dan keluarga
bisa dua kali seminggu ke Jakarta. Sekarang seminggu sekali atau dua minggu
sekali,” jelasnya.
Di Bandung sendiri, kata istri dari
Harpinadi Ihram ini, committee ada sekitar 21 orang. Tapi, saat acara
belangsung bisa dihadiri ratusan anggota semisal pengajian yang baru mereka
gelar beberapa hari lalu di Kota Kembang. Pengajian menghadirkan 400 orang lebih,
padahal pemberitahuan dilakukan tiga hari sebelum acara.
Sama saat halal bihalal sekaligus
pengajian di masjid Cut Meutia yang digelar pada 18 September kemarin. Mereka
memberitahukan agenda tersebut beberapa hari sebelum acara berlangsung.
Hasilnya banyak anggota Hijabers Community dari wilayah Jabodetabek
berdatangan. Apalagi pengajian dan halal bi halal menampilkan KH Abdullah
Gymnastiar atau Aa Gym. Mengenai kehadiran Aa Gym tak terlepas dari peranan
Ghaida.
Ghaida menyalami anggota HC/ IstimewaDia meminta sang ayah mengisi acara tersebut. “Bapak tadi
pagi habis memberikan ceramah di Bandung. Saya minta dia untuk datang, Bapak
bersedia demi dakwah. Setelah itu kembali lagi ke Bandung untuk ceramah,” ucap
Ghaida.
Sebagai anak pendakwah, Ghaida
merasa bersyukur lantaran bisa bertukar pikiran tentang berbagai macam
persoalan baik tentang keluarga, bisnis maupun agama, terutama tauhid.
“Memang awalnya merasa menjadi anak
pendakwah berat karena gerak gerik tidak bebas. Tapi ini takdir dan alhamdullilah
menjadi anak pendakwah membuat saya terjaga dari hal-hal negatif. Apalagi, saya
sekolah di SMA yang orang-orangnya bermacam-macam dan adapula yang berpacaran.
Mengenai pacaran orangtua melarang saya,” tutur Ghaida.
*Ghaida Tsurayya dengan baju hasil rancangannya
*Ghaida dengan baju rancangannya
Menjadi Desainer
Ghaida dengan baju rancangannya../ IstimewaSelain aktif di Hijabers Community, Ghaida juga
merupakan seorang desainer pakaian muslim dengan label GDa’s. Usaha sudah
dia geluti sejak dua tahun lalu. Ghaida mendapat keahlian merancang pakaian
secara otodidak. Dia belajar lewat internet maupun teman-temannya yang pandai
menggambar sejak duduk di semester enam jurusan Fisika, Institut Teknologi
Bandung (ITB).
Awal
mendesain pakaian hanya untuk keperluan sendiri. Ternyata hasil rancangannya
banyak dilirik oleh sahabat-sahabatnya. Berbekal dukungan itu memotivasi dia
untuk terjun ke bisnis sesungguhnya. Terlebih dia mendapat dukungan penuh dari
keluarga. Dia menjual secara online terlebih dahulu. Itu juga mendapat sambutan
baik dari masyarakat. Sampai-sampai, pembelinya juga datang dari Jerman,
Malaysia, Mekah dan Singapura.
Pembeli dari Indonesia tidak kalah
banyak. Rata-rata mereka ingin melihat secara langsung pula. Ghaida pun membuka
butik di kediamannya di Geger Kalong, Bandung. “Ruang tamu saya sulap jadi
butik,” imbuhnya.
Beragam pakaian Ghaida tak hanya
bisa dijumpai di butiknya. Di Jakarta, pakaian Ghaida bisa dibeli di butik
Moshaiq yang terletak di Jalan Raden Saleh 55.
“Di sana adapula rancangan
teman-teman dari Hijabers Community lainnya, karena misi kita ingin orang yang
memakai baju tertutup terlihat oke,” kata Ghaida.
Ghaida di depan butiknya di Bandung/ IstimewaRancangan Ghaida terbuat dari bahan katun dan kaos
sehingga nyaman dikenakan. Dia mengedepankan warna-warna ceria dan colorful
agar terlihat feminin. Dia membeli bahan-bahan di Bandung dan Jakarta.
Saat ini, Ghaida memiliki tujuh
karyawan meliputi penjahit dan SPG. Kedepannya, Ghaida akan menambah karyawan
di bagian akuntan dan marketing. Pakaian karya Ghaida bisa digunakan untuk
keperluan sehari-hari dan pesta. Harga pakaian sehari-hari berkisar Rp 150 ribu
sampai Rp 400 ribu.
Pakaian pesta seharga Rp 600 ribu-Rp
3 juta. Pakaian itu tak hanya kaum muslim saja yang menyukai. Orang-orang
non-muslim juga tertarik membeli pakaiannya.
Dia juga menerima pesanan bila konsumen
menghendakinya. “Kalau pesanannya pakaian seksi saya tidak mau melayani,” tegas
Ghaida.
Mengenai
ijazahnya sebagai Sarjana Fisika, sambung Ghaida, memang belum ia pergunakan di
dunia kerja. Meski begitu, ia berharap bisa mendirikan sebuah sekolah untuk
anak-anak belajar science secara fun.
No comments:
Post a Comment