Tawuran antar pelajar dan mahasiswa
akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Bahkan tawuran sudah menjadi tradisi
sekolah atau universitas tertentu sejak dulu. Mirisnya jumlah kasus anarkisme
yang melibatkan pelajar dan mahasiswa cenderung meningkat. Dan bahkan telah
menjurus ke hal-hal yang bersifat kriminalitas dan bahkan menelan korban. Apa
yang terjadi pada institusi pendidikan kita? Bukanlah seharusnya mereka disibukkan
dengan kegiatan belajar mengajar dan bukan malah berkeliaran mencari masalah
dengan sesama pelajar. Kick Andy kali ini ingin mengingatkan kepada semua pihak
akan dampak yang mengancam para pelajar dan juga mahasiswa akibat tawuran.
Seperti
apa yang dialami oleh Misnarudin Robot dan Latifisari yang harus kehilangan
anak mereka, Aldino Roke Utama yang menjadi korban tawuran. Latifisari yang
akrab disapa Fifi tidak menyangka bahwa Aldino yang awalnya pamit untuk
menjenguk adiknya di rumah sakit tidak pernah kembali kerumah. Dalam perjalanan
ke rumah sakit Aldino yang pergi diantar temannya ternyata berpapasan dengan
sesama pelajar lainnya. Dari hanya melempar batu kecil kemudian berbuntut
hingga salah satu dari pelajar itu memukul kepala Aldino dengan batu conblock
hingga menewaskan dirinya. Dan mengubur cita-cita Andino menjadi seorang pemain
bola profesional.
Selain
Aldino, ada juga korban lainnya yaitu Mitra Budi Susilo. Mitra dalam perjalanan
pulang saat dirinya terjebak ditengah-tengah tawuran pelajar. Karena terdesak,
Mitra yang tidak bisa berenang ini nekat terjun ke sungai demi menghindari
tawuran. Mitra kemudian tenggelam terbawa arus sungai dan kemudian ditemukan
sudah tidak bernyawa. Ibunda Mitra, Enawati tidak pernah menyangka bahwa ia
harus kehilangan anak bungsu kesayangannya yang pendiam dan hobi mengotak-atik
motornya. Pipit Suroso, salah satu kakak laki-laki Mitra mengatakan “waktu
mendengar bahwa adik saya jatuh ke kali saja kondisi ibu saya sudah lemah. Dan
ketika jenazah adik saya tiba di rumah, ibu saya langsung pingsan. Bahkan
sampai sekarang, kalau melihat dan mendengar teman-temannya bercerita tentang
almarhum adik saya, ibu saya langsung menangis”.
Apa
yang dialami Tono, bukan nama sebenarnya juga cukup memprihatinkan. Dalam
perjalanan pulang sekolah, ketika turun dari angkutan umum secara tiba-tiba
dirinya diserang oleh pelajar lain yang langsung mengarahkan celurit ke bagian
belakang kepalanya. Tono pun kemudian berusaha untuk menyelamatkan dirinya,
dalam keadaan terluka ia berlari menjauh dari para pelajar tersebut. Beruntung
ia berpapasan dengan pengendara sepeda motor yang kemudian mengantarnya ke
rumah sakit terdekat. Ibunya, Tina, kemudian mengaku kaget saat mendapat
telepon dari suster rumah sakit yang mengatakan bahwa anaknya mengalami luka
parah. “Dokter bilang ada penggumpalan darah dibagian belakang kepala saya.
Dokter juga bilang lukanya sampai sepuluh sentimeter, dan saya mendapatkan 7-8
jahitan”, ujar Tono. Sampai sekarang Tono masih dalam masa pemulihan, akibat
peristiwa itu, ia sering menderita sakit kepala sehingga membuatnya sulit
berkonsentrasi pada pelajaran.
Tawuran
tidak hanya monopoli pelajar. Para mahasiswa pun kerap melakukan tawuran,
seperti apa yang dialami oleh Naston dan Gazali yang merupakan korban dan pelaku
tawuran di sebuah universitas di Makasar. Menurut Naston tawuran sudah menjadi
tradisi di kampusnya. Saat itu sebagai mahasiswa baru, ia diminta ikut tawuran
oleh seniornya. Namun Naston tidak pernah menyangka bahwa akibat tawuran, ia
harus menanggung cacat permanen di wajahnya. Serta kehilangan kesempatan untuk
mewujudkan cita-citanya menjadi seorang jurnalis. Karena terlibat tawuran
Naston dikeluarkan oleh organisasi mahasiswa yang ia telah ikuti selama lebih
kurang 4 tahun.
Tidak
hanya Naston. Nasib yang sama juga dialami Gazali. Karena sering terlibat
tawuran, Gazali bahkan sampai masuk penjara 6 kali dan bahkan di drop out
dari kampusnya. Cita-citanya sebagai seorang teknisi otomotif pun kandas di
tengah jalan. Gazali mengaku bukan hanya dirinya sendiri yang merasa kecewa
tetapi juga orang tuanya. Gazali mengaku harus berjuang menata masa depannya.
Menurutnya tawuran adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat. “Pesan
saya kepada adik-adik pelajar SMP, SMA maupun mahasiswa di Perguruan Tinggi
pokoknya seluruh Indonesia. Saya sarankan lebih baik hindari yang namanya
perang atau tawuran. Karena, di balik peperangan itu tidak ada manfaatnya,
bahkan merugikan orang banyak,” ujar Gazali.
No comments:
Post a Comment